Dalam perjalanan panjang pelayanan gerejawi, setiap hamba Tuhan memiliki fondasi yang menopang langkahnya. Bagi Pdt. Sutandy Setyawan, fondasi itu bukanlah kemampuan retorika, keahlian organisasi, ataupun pencapaian manusiawi, melainkan sesuatu yang jauh lebih dalam: kehidupan doa dan dedikasi rohani yang dijaga dengan setia. Ketulusan dalam mencari wajah Tuhan dan komitmen untuk melayani dengan hati yang berserah adalah dua pilar utama yang menopang setiap aspek dalam pelayanannya.
Doa sebagai Nafas Pelayanan
Sejak awal langkah pelayanannya, Pdt. Sutandy memegang keyakinan bahwa doa bukan hanya kegiatan religius rutin, tetapi nafas rohani yang membuat seorang hamba Tuhan tetap hidup dan peka terhadap suara Tuhan. Di tengah kesibukan pelayanan, keputusan organisasi, hingga dinamika jemaat, beliau menjadikan doa sebagai tempat kembali—sebuah ruang sunyi di mana hati ditata ulang dan arah dipertegas.
Baginya, doa adalah bentuk kerendahan hati untuk mengakui bahwa tanpa Tuhan, pelayanan hanya menjadi aktivitas kosong. Doa menghadirkan kejelasan, menguatkan roh, dan menyegarkan panggilan. Tidak sedikit kesaksian jemaat yang merasakan pemulihan, keteduhan, atau jawaban dari Tuhan saat beliau memimpin doa. Hal ini bukan lahir dari kemampuan manusia, tetapi dari kehidupan yang dibentuk dalam hadirat Tuhan.
Kekuatan yang Lahir dari Kedalaman Rohani
Ketika berbicara mengenai pelayanan, Pdt. Sutandy selalu menekankan bahwa kekuatan sejati tidak muncul dari kepandaian, tetapi dari kedalaman relasi dengan Tuhan. Dedikasi rohani menjadi pondasi untuk memiliki karakter yang kokoh dan hati yang benar di hadapan Tuhan. Dalam setiap proses mempersiapkan firman, memimpin ibadah, atau mendampingi jemaat, ia membawa prinsip bahwa pelayanan sejati dimulai dari dalam diri: hati yang diproses, didewasakan, dan dibentuk oleh Tuhan.
Dedikasi ini tampak nyata dalam cara beliau melayani: rendah hati, penuh belas kasih, dan konsisten. Beliau meyakini bahwa hamba Tuhan bukan hanya penyampai firman, tetapi teladan hidup. Oleh karena itu, menjaga kehidupan pribadi di hadapan Tuhan menjadi prioritas.
Hidup dalam Kedekatan dengan Tuhan
Doa, bagi Pdt. Sutandy, bukanlah upaya meminta banyak hal dari Tuhan, tetapi sarana untuk mengenal Tuhan lebih dekat. Ia percaya bahwa ketika seseorang memiliki kedekatan dengan Tuhan, maka hikmat, ketenangan, dan pengurapan akan mengikuti. Kedekatan ini tidak dibangun secara instan, melainkan melalui disiplin rohani yang dipelihara hari demi hari.
Dalam banyak kesempatan, ia mengajarkan bahwa Tuhan tidak mencari hamba yang sempurna, tetapi yang setia. Setia untuk bangun lebih pagi dan mencari Tuhan. Setia untuk berdiam diri di hadapan-Nya. Setia untuk mendengarkan suara-Nya sebelum mengambil keputusan besar. Setia untuk tetap melayani meskipun tidak terlihat oleh banyak orang.
Pelayanan yang Mengalir dari Doa
Salah satu ciri khas pelayanan beliau adalah ketenangan dan kebijaksanaan dalam menghadapi berbagai situasi. Sikap tersebut bukan hasil latihan mental atau teknik komunikasi, melainkan buah dari kehidupan doa yang kuat. Ketika hati seorang hamba diliputi damai sejahtera Tuhan, maka setiap tindakan dan keputusan akan dipenuhi belas kasih dan kebijaksanaan.
Pelayanan yang mengalir dari doa menghasilkan atmosfer rohani yang membawa banyak orang merasakan hadirat Tuhan. Hal ini tampak ketika beliau memimpin ibadah, mendoakan jemaat, ataupun mengajar. Roh yang dipenuhi damai Tuhan mampu mengalirkan keteduhan kepada orang-orang di sekitarnya.
Dedikasi Rohani sebagai Kompas Pelayanan
Di dalam pelayanan gereja, banyak tantangan yang tidak terlihat—pergumulan jemaat, dinamika tim pelayanan, kebutuhan rohani yang terus berkembang. Dedikasi rohani menjadi kompas bagi Pdt. Sutandy untuk menjaga arah pelayanan tetap murni dan fokus kepada Tuhan. Dedikasi itulah yang membuatnya tetap teguh meskipun perjalanan tidak selalu mudah.
Ia percaya bahwa pelayanan bukan tentang bekerja untuk Tuhan, tetapi bekerja bersama Tuhan. Dedikasi rohani memastikan bahwa pelayanan bukan sekadar rutinitas atau tuntutan organisasi, tetapi respons kasih kepada Tuhan yang terlebih dahulu mengasihi. Sikap inilah yang membuat pelayanannya tetap konsisten, tulus, dan penuh kasih.
Menginspirasi Jemaat untuk Membangun Kehidupan Doa
Salah satu dampak terbesar dari pelayanannya adalah dorongan bagi jemaat untuk membangun kehidupan doa pribadi. Melalui pengajaran maupun teladan hidup, ia terus mengingatkan bahwa setiap orang percaya dipanggil untuk hidup dalam relasi dengan Tuhan. Doa bukan hanya untuk para pemimpin gereja, tetapi untuk semua anak-anak Tuhan.
Ia mengajarkan bahwa doa bukan harus panjang, tetapi tulus. Bukan harus sempurna, tetapi dari hati. Tuhan mendengar doa yang datang dari kerinduan untuk dekat dengan-Nya.
Kesimpulan: Pelayanan yang Berakar pada Doa dan Dedikasi
Spirit pelayanan Pdt. Sutandy Setyawan berdiri kokoh di atas dua hal: doa dan dedikasi rohani. Dari dua fondasi inilah mengalir ketulusan, hikmat, damai sejahtera, dan kekuatan untuk melayani tanpa lelah. Doa menjadi sumber kekuatan, sedangkan dedikasi menjadi arah dan kompas pelayanan.
Dalam dunia pelayanan yang penuh dinamika, teladan seperti ini menjadi pengingat bahwa pelayanan sejati lahir dari kehidupan yang melekat pada Tuhan. Ketika seorang hamba hidup dalam doa dan dedikasi, maka pelayanannya akan memancarkan kasih, keteduhan, dan kebenaran yang berasal dari Tuhan sendiri.

